Loading...
Laporan RisetResearchUpdates

Pernikahan Anak

Sebagai sebuah pusat studi di Universitas Aisyiyah Yogyakarta, The Aisyiyah Center terlibat dalam riset tentang stunting di beberapa daerah di Indonesia. Riset ini merupakan program besar Pimpinan Pusat Aisyiyah dalam memerangi stunting di Indonesia.


  • Tema: Pernikahan Anak
  • Peneliti: Dr. Islamiyatur Rahmah, peneliti The Aisyiyah Center
  • Lokasi Riset: Hulu Sungai Utara, Provinsi Kalimantan Selatan
  • Pelaksanaan: on going

Pernikahan Anak Problematika Serius

Praktik pernikahan dini tetap marak, meskipun pemerintah sudah merevisi batas usia minimal perkawinan di Indonesia menjadi 19 tahun melalui Undang-undang Nomor 19 tahun 2019. Selain itu, ada aturan yang menetapkan penyimpangan batas usia minimal dalam pernikahan hanya bisa dimohonkan dispensasi ke pengadilan. Faktanya, regulasi ini belum menekan praktik pernikahan dini di Indonesia. Dispensasi ke pengadilan semakin meningkat. Data pernikahan dini pada tahun 2020 sebanyak 26, data ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yakni tahun 2019 ada 227 Berdasarkan data Kementerian Agama Kalimantan Selatan selama 2018-2020 permintaan dispensasi usia anak di provinsi mencapai 1.219 orang. Peningkatan kasus tersebut kasus selama 2018-2020 terdapat di Kota Banjarmasin, Kabupaten Banjar, Tanah Laut, Hulu Sungai Utara, Barito Kuala dan Tanah Bumbu. Berdasarkan data nasional, pada 2017 angka pernikahan dini Kalsel nomor satu nasional dengan prosentase pernikahan anak usia dini mencapai 23,12 persen atau jauh di atas prosentase nasional 11,54 persen. Pada 2018 Kalsel di urutan 4 atau 17,63 persen lebih tinggi dari nasional 11,21 persen. Pada 2019, Kalsel kembali urutan pertama nasional atau 21,18 persen dibanding nasional 10,82 persen. Penurunan terjadi pada 2020, yaitu urutan keenam nasional atau 16,24 persen dibanding nasional 10,35 persen.

BACA JUGA:   Hukum Islam dan KB di Indonesia

Penyebab Tingginya Perkawinan Anak

Penyebab pernkahan anak adalah ketidaksetaraan gender, ekonomi dan kemiskinan, globalisasi atau prilaku remaja, dan regulasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ‘Aisyiyah pasangan menikah usia anak rata-rata menikah dibawah 19 tahun antara usia 16-18 tahun. KUA Kecamatan Sungai pandang HSU mencatat setiap bulan sedikitnya ada 1-2 yang menikah diusia anak. , terhitung sampai bulan Juni 2022 ada 7 anak perempuan yang menikah pada usia dibawah 19 tahun. Sedangkan untuk anak laki-laki sampai bulan Juni 2022 ada 1 orang. Peradilan Agama Permohonan dispensasi menikah tahun 2021 total 197 orang, laki-laki 18 orang dan perempuan 179 orang. Pada tahun 2022 sampai bulan Maret 27 orang dengan rincian 5 orang laki-laki dan 22 orang perempuan. Pendidikan anak-anak perempuan rata-rata SD, jika sampai SMP ada yang tidak lulus, jarang yang sampai SMA apalagi perguruan tinggi. Menikah anak jika usia belum mencukupi dan tidak ada ijin dari peradilan maka mereka memilih nikah siri dengan Penghulu kampong dengan membayar 100-300 ribu.

Alasan Menikah

  • Penyebab pernikahan anak karena ekonomi : ada satu anak dinikahkan paksa oleh ibunya krn desakan ekonomi untuk mengurangi beban ekonomi keluarga, namun pernikahan hanya pertahan 4 bulan, kemudian cerai krn suaminya tidak bekerja. Putus sekolah dan sekarang bekerja menjadi pelayan toko.
  • Latar belakang budaya jika anak sudah usia menginjak mestruasi orang tua sudah bingung untuk menikahkan anak, jika anaknya menikah sampai 3 kali justru kebanggan karena anaknya laku.
  • Alasan menikah karena, ekonomi, budaya, pendidikan tidak mampu menyekolahkan lagi..jadi nganggur lebih baik dinikahkan
  • Melanggar Norma Agama

Dampak Menikah diusia anak

  • Putus sekolah
  • Adanya keluarga miskin baru
  • Gizi buruk dan stunting karena kurangnya informasi tentang pentingnya penguatan gizi pada ibu hamil dan menyusui

Rekomendasi

  1. KUA lebih mengoptimalkan pelaksanaan BINWIN [Bimbingan Perkawinan], BRUN [Bimbingan Remaja Usia Nikah], BRUS [Bimbingan Remaja Usia Sekolah] walau mereka sudah di BIMTEK oleh KEMENAG.selama ini belum terlaksana dengan optemal karena anggaran dari pusat belum ada, sedangkan anggaran daerah juga belum di programkan.Hanya sekedar sosialisasi per pasangan secara singkat jika akan menikah, namun belum menyampakan materi secara penuh.
  2. Pentingnya pengoptimalan Kelompok Kerja (POKJA) Penanganan Nikah anak kerja sama dengan KUA, PUSKESMAS, Dinas perlinddungan Perempuan dan Anak.
  3. Sosialisasi secara masif terhadap Pemuka Agama untuk melakukan kajian-kajian yang bertema bahayanya pernikahan Anak.
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *